Seri psikologi dan kabur ngaji (lagi) 😀

 Kalo ngendikane Pak Yai Anshori, jadilah apapun profesinya, bercita-citalah, pelajari ilmu apapun, tapi selalu bawa serta 'pakem-pakem gurumu'. nilai-nilai yang ditanamkan dari gurumu. mungkin itu juga alasan diantara banyak buku beliau, Romo Yai Abdullah Sa'ad memberi diva buku 'Nalar Inshofi' dipertemuan pertama dan ternyata terakhir kalinya. Lahul Faatihah. 




Ceritanya, akhir-akhir ini diva lagi baca buku "Si Kecil yg Terluka Dalam Tubuh Orang Dewasa" karyanya Patresia Kirnandita. ada banyak sudut pandangnya yg menurut diva menggelitik untuk dibahas, salah satunya di bagian ini. 

Dalam agama islam khususnya, seorang muslim disunnahkan memulai hari dengan sholat fajar/ qobliah subuh yg ganjarannya adalah seperti memiliki dunia dan seisinya. kenapa ? agar seorang muslim sadar, memiliki self esteem atau 'keberhargaan diri' yg tinggi. sehingga orientasi hariannya bukan lagi sekedar mencapai hasil, melainkan menikmati proses. bahwa hasil adalah pemberian-Nya.

maka tidak salah kalau kita mendengar kisah Sahabat nabi yg berbagi sepotong daging kepada tetangganya karena khawatir dirumahnya menikmati makanan enak tapi tetangganya kelaparan, kemudian karena sahabat yg menerima mengkawatirkan tetangganya juga, semangkuk daging itu sampai berputar kembali ke rumah sahabat pemberi pertama.

kalo ngendikane Pak Yai Anshori; bagaimana bisa seseorang merasa rendah diri, meski pekerjaannya adalah menggembala kambing, meski secara kasat mata tampak memberi makan kambing sampai membersihkan kotoran kambing tapi merasa rendah ? kalau ia yakin bahwa kambing ini amanah Tuhannya, Allah. maka kemulyaan yg ia dapat, bahwa ia sedang melaksanakan amanah tuhannya.

untuk seseorang dengan 'mental kaya' seperti itu, sangat mungkin kalau budaya timur mendahulukan kepentingan orang banyak, atas kepentingan pribadi. pada orang orang dengan 'keberhargaan diri' sebagai Hamba -Nya.

tidak benar dan tidak salah saat seorang berkata, dia stres soalnya kurang beriman. mungkin iya, mungkin tidak. karena bagaimanapun, beriman atau tidak, setiap ujian merupakan proses.

karena ngendikane Pak Yai Anshori; jangan melihat (men-justifikasi) seseorang saat dia belum sampai pada finish nya (akhir hidupnya) karena semua hal bisa terjadi. semua orang berproses. entah dengan mengaji, mempelajari ilmu agama dg guru yg benar, mempelajari ilmu² lain. selama menuju kepada-Nya, maka semua sama.

bisa saja, terlihat selalu bekerja, berbisnis, meski orientasinya tampak seperti duniawi, ternyata dalam hatinya ingin mewujudkan mimpi haji orang tuanya. bukan untuk dirinya sendiri. bisa saja pula, terlihat selalu mengaji, berceramah kesana kemari ? untuk berharap pundi pundi. kita tidak pernah mengetahui isi hati seseorang. apalagi keimanannya ?


kalo ngendikane Pak Yai Anshori; bagaimana bisa kamu percaya pada dokter, meminum obat yg tidak kamu ketahui kandungannya, dan yakin akan kesembuhanmu. sedang kamu mengingkari wali Allah yg bisa menyembuhkan dengan semisal air doa yg kamu pun sama tidak ketahui kandungan doanya ?
sampai saat ini, entah ilmu apapun, baik ilmu kesehatan medis dan kesehatan tradisional seperti akupunktur yg diva pelajari, ilmu kesehatan mental, ilmu kesehatan yg didapat dg jalur rukyah, doa kyai, dan banyak ilmu lainnya, diva semakin yakin bahwa semua ilmu memang datang dari-Nya, untuk menuju kepada-Nya. semua merupakan jalan-jalan-Nya. kamu mau ambil jalan yg mana, silahkan. tidak perlu mengunggulkan satu dan merendahkan yg lain karena semua bermuara pada asal yg sama. Welas Asih-Nya.

setelah kembali mendalami isu-isu kesehatan mental, diva semakin merasa buku-buku tentang kesehatan mental sebenarnya diajarkan pada kitab-kitab hikmah di pesantren. hanya saja, karena kurikulum pesantren yg dituntut untuk cepat selesai dengan harapan, lulusannya segera mungkin bisa diserap oleh masyarakat dan menyebarkan ilmunya, maka kitab-kitabnya pun sangat ringkas tapi padat. perlu proses sangat panjang untuk menyelesaikan satu subbab dan menghubungkan subbab satu dengan subbab setelahnya.

maka diva pun bersyukur, dengan adanya buku-buku bacaan yg mengupas secara perlahan, mendasar, tiap-tiap teori. meski ketika selesai membaca, diva akan menyadari, sebenarnya teorinya sederhana, hanya memang penjabarannya sangat luas sampai satu buku. maka diva merasa sangat terbantu dengan buku-buku bacaan saat bacaan tersebut dibarengi dengan kajian-kajian dari pesantren. Alhamdulillah 🌻🌻



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngga usah semangat, males juga ngga papa 😄

Kopi, Bergadang dan Tenang 🌻

Mari kita siasati kerokan itu 💆🏻‍♀️