Males cuci piring sampai Bu Nyai turun tangan? 😱

 Males cuci piring sampai Bu Nyai turun tangan? 😱

Hai mentemen, ini cerita diva. Seorang anak perempuan pertama yang cukup menikmati Eldest Daughter Syndrome-nya 🌻.


Semua berawal sejak diva merasa cukup sulit membuat konten Ngendikane Pak Yai. Sedikit banyak diva bertanya-tanya, kenapa? Tapi pastinya karena ada sesuatu yang belum selesai dari diri diva. Makanya diva belum bisa berbagi ke luar. Karena diva masih sibuk dengan diri diva sendiri.

Diva lupa ini bermula sejak kapan, tapi yang pasti beberapa saat setelah menerima tawaran home care akupunktur sebulan lalu, diva sempat sibuk dengan home care dan kesibukan menguras emosi seperti Pkkmb adik diva, cindy, bikin diva beberapa saat linglung. Kehilangan standar prioritas diri. Stress terpendam. Masalah kelola input output keuangan yang cukup rumit dengan fisik lelah saat persiapan sepanjang Pkkmb. Juga kontrol emosi antara menyesuaikan emosi pribadi dan menanggapi emosi dari adik diva yang sangat culture shock dengan Pkkmb-nya, menyesuaikan emosi diva dengan kegiatan harian sesederhana mengatur jadwal pribadi seperti ngaji, hafalan, deresan, mengatur emosi diva saat perlu bersosialisasi dengan banyak teman dipondok, juga lupakan cuci baju. Aku sudah lama tidak memasukannya kedalam prioritas 🙃 dan tolong jangan di tiru yaa 😳.


Kenapa dengan Pkkmb? 

Sepertinya tidak perlu diva ceritakan detail bagaimana diva bangun pagi-pagi buta dan menyiapkan sarapan yang nantinya hanya dimakan 2-3 suap karena adik diva mual. Mengantar kuliah pagi-pagi buta dan masih harus berhadapan dengan drama ‘ketinggalan/kekurangan’ dipagi Pkkmb. Bertarung antara menjadi kakak yang baik, mendidik dan tidak meneruskan generasi ‘kantong doraemon’ (Dimana orang tua menyiapkan semua dan memanjakan anak) atau memilih jalan pintas ‘mengerjakan tugas adik diva’ demi menjaga stabilitas distribusi energi dan emosi harian diva. Belum lagi terapi malam hari dengan tubuh diva yang lelah remuk dan mata mengantuk. Disamping itu, masih ada tugas semester akhir yg belum selesai.

Cukup melelahkan memang jika dipikirkan. Belum memulai pun, belum mengerjakan apa-apapun diva sudah merasa lelah setiap hari.

Diva pikir semua itu akan berlalu begitu saja. Prioritas masa Pkkmb yang diva curahkan sepenuhnya buat Pkkmb adik diva, yang diva pikir, lelahnya hanya sebentar. Hanya lelah sementara dan bisa di tahan, di simpan, dipendam. Di empet kalo kata orang jawa. Di empet sampai acara Pkkmb selesai. Ternyata tidak 🥰😅

Emosi-emosi yang tidak bisa tersalurkan, selalu di pendam dan diajak melanjutkan langkah itu menumpuk, menggunung dan membebani langkah-langkah diva selanjutnya.


Diva merasa mengalami penurunan Self-awareness.

Ngendikane Pak Yai Anshori; segala kebaikan yang kita lakukan sebenarnya adalah untuk diri kita sendiri. Segala yang kita lakukan, baik dan buruknya akan kembali kepada diri kita.

Dalam beberapa pekan ini diva seakan linglung, bahwa ‘berbuat baik dengan orang lain sebagai medianya’ adalah sebuah perbuatan mementingkan diri sendiri. Jika dilihat sepintas, teori tadi seakan membawa kita kepada pemikiran ‘mendahulukan orang lain sebelum diri kita’. Meski dalam kepala diva, diva berusaha mengimani bahwa berbuat baik pada orang lain adalah perbuatan baik pada diri diva sendiri. Tapi dihati diva, diva merasa berbuat baik kepada orang lain berarti mendahulukan kepentingan orang lain atas kepentingan diri diva sendiri. Sebuah praktek teori yang tidak selesai. Cacat pemahaman.

Celakanya, sebuah pencegahan dari menjadi people pleaser yang sangat identik dengan anak perempuan pertama, bikin diva menjadi seperti seorang egois yang miris empati. Membuat diva tidak berbuat apa apa dengan beralasankan Self-esteem. Huft. Cukup celaka.

Kebaikan tersebut yang sebenarnya merupakan kebaikan  kita pada diri sendiri, dengan orang lain sebagai medianya. Kebaikan itu juga yang akan kita terima, masih dengan orang lain sebagai medianya.


Ngendikane Pak Yai Anshori: ibarat ‘tukang pos’, sepanjang ‘Sang Pengirim’ masih mengirimkan pesannya, siapapun ‘tukang pos’ yang ditugaskan nanti, kalau memang ditujukan untuk kita maka pesan itu akan tetap sampai pada kita.

Maka begitu juga dengan kebaikan yang kita lakukan. Kita sebagai media, tukang pos pengantar kebaikan dari-Nya kepada sesama hamba-Nya. Maka kita pun akan menerima kebaikan-Nya dengan orang lain sebagai ‘tukang pos’. Media pengantar kebaikan pada diri kita. Maka perbuatan kebaikan itu bisa dilakukan oleh kita, kepada siapa saja. Pun juga akan diantarkan kembali kepada kita, oleh siapa saja.

Diva baru menyadari tadi siang, sepulang cuci piring bulanan acara Bib Zaidan. Cuci piring yang biasanya memang di komandoi, di prakarsai oleh mbak mbak kuliah, tiba-tiba berhenti. Terasa malas, berat, merasa seperti sedang enggan bekerja sendiri, merasa butuh validasi, seperti seakan akan lupa, bahwa kebaikan yang kita lakukan adalah untuk diri kita sendiri. Sedangkan orang lain, hal lain, pekerjaan lain adalah medianya. Seakan lupa teori bahwa, seberapa yang di berikan, segitulah yang di dapat. Sampai-sampai Bu Nyai turun tangan untuk mencuci segunung cucian piring itu.


Sebuah funfact pada proses panjang ini adalah, setelah beberapa pekan lalu kerap kali merasa sakit kepala saat mendengarkan musik dari earphone yang diva pikir karena diva kurang istirahat setelah sepanjang 2 minggu kemarin diva sempat kehilangan jam tidur teratur. Selalu menahan kantuk di siang hari dengan alasan kekhawatiran kalau-kalau tidak bisa bangun jika tetap memaksa tidur siang dan tetap beraktivitas penuh dari subuh sampai larut pagi. Ternyata rasa sakit kepala saat mendengarkan musik dengan earphone itu mereda ketika diva berhasil melalui proses less self-awareness tadi. MaasyaaAllah.


Ngendikane Pak Yai Anshori, Pondok Pesantren ibarat ‘Bengkel’. Maka memang yang datang adalah mereka-mereka yang butuh ‘dibenahi’. Jadi tidak peduli bagaimana prosesnya, setiap santri akan menjalani prosesnya masing-masing. Meski nantinya akan terlihat buruk, diva percaya baik Pak Yai maupun Bu Nyai akan tetap menerima proses diri diva yang sangat tidak ada apa-apanya ini.

Meski prosesnya panjang dan bergelombang _terutama bagian mencuci piring oleh Bu Nyai, tapi diva sangat bersyukur akhirnya bisa melalui poses ini. Alhamdulillah. Mari berproses bersama, manteman.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngga usah semangat, males juga ngga papa 😄

Kopi, Bergadang dan Tenang 🌻

Mari kita siasati kerokan itu 💆🏻‍♀️